Bagaimana rasaya dirindukan? Diinginkan kehadiran, kebersamaan juga kehangatan? Tentu membahagiakan bukan? Menjadi orang tua yang dirindukan adalah tentang membangun hubungan yang saling menghormati dan penuh kasih sayang dengan memberikan rasa memiliki dan tempat untuk kembali.
Alasan mengapa kita perlu membangun hubungan yang baik dengan anak:
- Kesejahteraan Emosional: Hubungan yang baik memberikan rasa aman, dukungan, dan cinta yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang secara emosional.
- Kesehatan Mental: Ketika terbangun hubungan yang kuat maka individu cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan risiko depresi yang lebih kecil.
- Kesehatan Fisik: Hubungan yang positif dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperpanjang umur.
- Pertumbuhan Pribadi: Interaksi dengan anak membantu kita belajar, berkembang, dan menemukan makna hidup.
- Dukungan dalam Menghadapi Tantangan: Ketika kita menghadapi kesulitan, orang-orang yang kita sayangi akan memberikan dukungan dan membantu kita melewati masa-masa sulit.
Tulisan ini membahas bagaimana memahami perasaan dirindukan anak dengan prinsip NLP Neuro Linguistik Programing. Manfaatnya sebagai berikut:
- Membangun hubungan yang empatik: Anak merasa didengarkan dan dipahami.
- Meningkatkan komunikasi lebih terbuka: Anak lebih terbuka untuk berbagi perasaan dan pikiran.
- Memecahkan masalah dengan lebih efektif: Anak merasa didukung dan lebih mudah menerima solusi.
- Mengajarkan keterampilan sosial: Anak belajar bagaimana berempati dan berkomunikasi dengan orang lain.
- Membangun hubungan yang lebih dekat dan berkualitas dengan anak
- Perkembangan emosi yang sehat: Anak belajar cara mengelola emosi dengan baik.
- Kepercayaan diri yang tinggi: Anak merasa didukung dan percaya pada kemampuan dirinya.
Ada tiga unsur dalam Neuro Linguistik Programing yang menjadi dasar terbentukkan relasi anak dan orangtua.
Pertama, Mirroring adalah teknik meniru secara halus perilaku non-verbal lawan bicara, seperti bahasa tubuh, gestur, postur tubuh, ekspresi wajah, hingga ritme bicara, nada suara, atau kata-kata mereka. Tujuannya adalah untuk menciptakan keselarasan dan membuat lawan bicara merasa lebih nyaman dan terhubung dengan kita.
Salin bahasa tubuh: Jika anak duduk bersila, Anda juga bisa duduk bersila. Jika anak berbicara dengan suara pelan, Anda juga bisa menyesuaikan nada suara Anda.
Tiru ekspresi wajah: Jika anak terlihat senang, tersenyumlah. Jika anak terlihat sedih, tunjukkan empati dengan ekspresi yang sesuai.
Ulangi kata-kata kunci: Jika anak mengatakan “Aku tidak suka matematika”, Anda bisa merespon dengan “Jadi, kamu merasa matematika itu sulit ya?”
Kedua, Pacing adalah teknik yang lebih luas daripada mirroring. Selain meniru perilaku non-verbal, pacing juga melibatkan menyamakan diri dengan dunia internal lawan bicara, seperti cara mereka berpikir, merasa, dan berbicara. Ini bisa dilakukan dengan cara mencocokkan kata-kata kunci yang mereka gunakan, sistem representasi (visual, auditori, kinestetik), dan bahkan kecepatan berbicara.
Gunakan bahasa yang sama: Sesuaikan kosakata dan gaya bicara Anda dengan usia dan pemahaman anak.
Masuki dunia mereka: Tunjukkan minat pada hal-hal yang disukai anak, seperti permainan, hobi, atau teman-temannya.
Bagikan cerita pengalaman Anda: Ceritakan kisah masa kecil Anda yang relevan dengan situasi yang sedang dihadapi anak.
Ketiga, Leading adalah tahap setelah pacing, di mana kita mulai mengarahkan percakapan ke arah yang kita inginkan. Setelah berhasil membangun rapport melalui mirroring dan pacing, kita bisa secara halus menggeser fokus percakapan menuju tujuan yang ingin kita capai.
Ajukan pertanyaan terbuka: Dorong anak untuk mengeksplorasi pikiran dan perasaannya dengan pertanyaan seperti “Apa yang membuatmu merasa seperti itu?” atau “Bagaimana menurutmu kita bisa menyelesaikan masalah ini?”.
Berikan pilihan: Berikan anak beberapa pilihan untuk membantu mereka merasa lebih berdaya. Misalnya, “Mau makan siang dulu atau bermain dulu?”
Modelkan perilaku yang diinginkan: Tunjukkan pada anak bagaimana cara berperilaku yang baik dan sopan.
Contoh Mirroring: meniru secara halus perilaku non-verbal anak, seperti ekspresi wajah, nada suara, atau gerakan tubuh. Tujuannya adalah untuk menunjukkan empati dan membuat anak merasa dipahami.
Contoh Pacing: menyesuaikan diri dengan dunia internal anak, termasuk cara berpikir, merasa, dan berbicara. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang sama dengan anak, atau menggambarkan situasi dari perspektif anak.
Contoh Leading: mengarahkan percakapan atau perilaku anak ke arah yang kita inginkan, namun tetap dengan cara yang lembut dan tidak memaksa.

Penerapan situsional
Anak sedang marah:
- Mirroring: Mengatakan, “Kamu terlihat sangat marah sekarang,” sambil menunjukkan ekspresi wajah yang mirip.
- Pacing: “Aku juga pernah merasa sangat marah seperti itu.”
- Leading: “Apa yang membuatmu sangat marah? Coba ceritakan padaku.”
Anak kesulitan mengerjakan PR:
- Mirroring: Mengamati bahasa tubuh anak, apakah mereka terlihat frustasi atau bosan.
- Pacing: Mengatakan, “PR matematika memang kadang sulit ya.”
- Leading: “Ayo kita coba kerjakan soal ini bersama-sama. Mungkin kita bisa memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.”
Anak ingin membeli mainan:
- Mirroring: Mengulangi kata-kata anak, “Kamu sangat ingin membeli mainan itu ya?”
- Pacing: “Aku ingat waktu kecil juga suka sekali meminta mainan baru.”
- Leading: “Bagaimana kalau kita pikirkan dulu, apakah kita benar-benar membutuhkan mainan itu, atau ada hal lain yang lebih penting?”
Waktu Berkualitas:
- Mirroring: Saat bermain, ikutkan gaya permainan anak. Jika anak suka berpura-pura, ikutlah berpura-pura.
- Pacing: Gunakan bahasa yang sama dengan anak dan bicarakan hal-hal yang mereka minati.
- Leading: Ajak anak untuk menceritakan tentang hari mereka dengan pertanyaan terbuka.
Saat Anak Sedang Kesulitan:
- Mirroring: Tunjukkan empati dengan meniru ekspresi wajah dan nada suara anak.
- Pacing: Katakan, “Aku juga pernah merasa seperti itu.”
- Leading: Ajak anak mencari solusi bersama, misalnya, “Bagaimana kalau kita coba cara lain?”
Saat Mengajarkan Nilai:
- Mirroring: Ceritakan kisah atau dongeng yang relevan dengan nilai yang ingin diajarkan.
- Pacing: Gunakan kata-kata yang mudah dipahami anak.
- Leading: Ajukan pertanyaan yang mengundang anak untuk berpikir kritis
Ada 4 hal pada diri anak yang perlu diperhatikan orangtua yaitu :
Pikiran
- Definisi: Pikiran adalah aktivitas mental yang melibatkan proses berpikir, menganalisis, merencanakan, dan membayangkan. Pikiran bisa berupa ide, konsep, atau gambaran mental.
- Fungsi: Pikiran memungkinkan kita untuk memahami dunia di sekitar kita, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan berkomunikasi dengan orang lain.
- Contoh: Memikirkan solusi atas suatu masalah, merencanakan liburan, atau membayangkan masa depan.
Perasaan
- Definisi: Perasaan adalah respon emosional terhadap suatu peristiwa atau situasi. Perasaan bisa berupa senang, sedih, marah, takut, dan sebagainya.
- Fungsi: Perasaan membantu kita memahami diri sendiri dan orang lain, serta memotivasi kita untuk bertindak.
- Contoh: Merasa bahagia saat mendapatkan hadiah, merasa sedih saat kehilangan orang yang dicintai, atau merasa marah saat diperlakukan tidak adil.
Keinginan
- Definisi: Keinginan adalah hasrat atau dorongan untuk memiliki atau mencapai sesuatu. Keinginan bisa bersifat materi, sosial, atau psikologis.
- Fungsi: Keinginan mendorong kita untuk bertindak dan mencapai tujuan.
- Contoh: Keinginan untuk memiliki rumah sendiri, keinginan untuk sukses dalam karier, atau keinginan untuk memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.
Kebutuhan
- Definisi: Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan untuk bertahan hidup dan mencapai kesejahteraan. Kebutuhan bisa bersifat fisik (seperti makanan, air, dan tempat tinggal), sosial (seperti rasa memiliki dan dicintai), atau psikologis (seperti rasa aman dan harga diri).
- Fungsi: Kebutuhan mendorong kita untuk mencari dan memenuhi apa yang diperlukan untuk bertahan hidup dan berkembang.
- Contoh: Kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan kasih sayang, atau kebutuhan akan pengakuan.
Memahami dunia batin anak, yang meliputi pikiran, perasaan, keinginan, dan kebutuhannya, adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat dan sehat dengan mereka. Ketika kita sebagai orang tua berusaha untuk benar-benar memahami apa yang ada di dalam diri anak, kita menciptakan fondasi yang kokoh untuk relasi yang penuh kasih sayang dan saling percaya.
Selain itu memahami pikiran, perasaan, keinginan, dan kebutuhan anak adalah investasi jangka panjang. Dengan membangun hubungan yang kuat sejak dini, kita tidak hanya memberikan kebahagiaan bagi anak, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan sukses di masa depan. Ikatan emosional yang kuat sejak dini adalah fondasi bagi anak untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan bahagia. Ini juga kunci menjadi orang tua yang selalu mereka rindukan.

Soffy Balgies
Psikolog, Konselor keluarga & Talent Advisor