Bayangan di Balik Cermin
Di balik pintu ruang konseling yang sunyi, duduklah Bu Nita, seorang konselor berpengalaman dengan wajah teduh. Di hadapannya, seorang remaja bernama Dimas tampak gelisah, matanya berkaca-kaca menahan air mata. Dimas datang dengan rasa frustrasi dan kebingungan, merasa terjebak dalam siklus kegagalan dan keraguan diri.
Bu Nita mendengarkan dengan penuh perhatian saat Dimas menceritakan kisah hidupnya. Ia memahami bahwa Dimas memiliki potensi besar, namun ia selalu dihantui oleh bayangan keraguan diri. Setiap kali Dimas berusaha untuk mencapai sesuatu, rasa takut dan cemas selalu menyerangnya, menghambat langkahnya sebelum ia memulai.
Bu Nita kemudian mengajak Dimas untuk berdiri dan menghadap cermin besar di ruangan itu. Ia meminta Dimas untuk menatap bayangannya di cermin dan menjawab beberapa pertanyaan.
“Siapa yang kamu lihat di cermin itu?” tanya Bu Nita.
“Aku melihat Dimas,” jawab Dimas ragu-ragu.
“Siapa Dimas?” tanya Bu Nita lagi.
Dimas terdiam sejenak, memikirkan pertanyaan itu. “Dimas adalah seorang pecundang,” bisiknya akhirnya.
Bu Nita menggelengkan kepalanya. “Dimas bukan pecundang,” tegasnya. “Dimas adalah seorang remaja yang cerdas dan penuh potensi. Tapi, kamu membiarkan bayangan dirimu yang negatif mengendalikanmu.”
Bu Nita kemudian menjelaskan kepada Dimas tentang konsep sabotase diri. Ia mengatakan bahwa sabotase diri adalah perilaku yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang menghambat kemajuan seseorang dan menghalangi mereka mencapai tujuan mereka.
Dimas mendengarkan dengan seksama. Ia mulai menyadari bahwa selama ini, ia telah menyabot dirinya sendiri dengan keraguan dan rasa tidak percaya diri. Ia selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dan fokus pada kekurangannya, sehingga ia tidak pernah bisa melihat potensi yang ia miliki.
Bu Nita kemudian memberikan beberapa tips kepada Dimas untuk melawan sabotase diri. Ia menyarankan Dimas untuk mengganti pola pikir negatifnya dengan afirmasi positif, fokus pada kekuatannya, dan belajar dari kegagalannya.
Dimas mendengarkan dengan penuh semangat. Ia mulai merasa termotivasi untuk melawan bayangan diri negatifnya dan meraih mimpinya.
Beberapa minggu kemudian, Dimas kembali menemui Bu Nita. Kali ini, Dimas datang dengan senyuman di wajahnya. Ia menceritakan bahwa ia telah berhasil mengikuti lomba matematika dan meraih juara pertama. Ia mengatakan bahwa ia masih memiliki keraguan diri, tetapi ia tidak lagi membiarkannya mengendalikannya.
Bu Nita bangga dengan kemajuan Dimas. Ia telah belajar untuk melawan sabotase diri dan membuka jalan menuju kesuksesan. Kisah Dimas menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kita semua memiliki potensi untuk mencapai mimpi kita, asalkan kita berani melawan saboteur terbesar yang ada di dalam diri kita: diri kita sendiri. ( Cerita pendek dibuat AI Gemini)
Bahaya Sabotase
Sahabat, tak sedikit orang memiliki sumber daya internal yang memadai untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun belum berhasil mewujudkannya menjadi langkah dan proses bertindak.
Hambatan dari eksternal sebenarnya tiada. Penghambat terbesar adalah bagian diri yang melakukan sabotase. Sabotase diri ini rupanya dialami banyak orang.
Perilaku sabotase diri mengacu pada tindakan yang disengaja (atau tidak adanya tindakan) yang menghambat kemajuan seseorang dan menghalangi mereka mencapai tujuan mereka.
Repotnya sabotase diri ini justru menyerang orang yang dipandang kompeten, mahir dan ahli. Bagian diri yang kompeten seakan menjadi tertawan dalam penjara, hanya sanggup diam dan tak sanggup melawan.
Apa itu Sabotase Diri ?
Apa saja indikatornya?
Apa saja faktor penyebabnya?
Bagaimana konselor dan psikolog mengatasinya?
Untuk menjawabnya, ikuti Workshop Peningkatan Ketrampilan Konseling dan Intervensi Psikologi MERDEKA DARI SABOTASE DIRI bersama Gurunda Kang Asep 8 September 2024
Self Sabotage : bit.ly/WAG-SelfSabotage